Search This Blog

Wednesday, May 24, 2017

Dokumentasi Sastra Dunia Terlengkap dalam Bahasa Indonesia


Judul: Cinta Semanis Racun
Penerjemah: Anton Kurnia
Tebal: 632 hlm
Cetakan: 1, Agustus 2016
Penerbit: DIVA Press



Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa ada pada perkembangan sastranya. Bangsa-bangsa yang maju adalah para pembaca sastra yang lahap. Budaya membaca mereka sangat kuat yang pada gilirannya turut mendukung lahirnya para penulis sastra yang berbakat. Fakta bahwa sebagian besar penerima Nobel Sastra berasal dari negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika Utara (baru-baru ini Tiongkok dan Jepang juga) juga semakin menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara majunya suatu bangsa dengan kemajuan karya sastranya. Mungkin kasusnya agak berbeda untuk di Amerika Selatan, tetapi kebanyakan penerima Nobel Sastra memang didominasi dari warga-negara maju. Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun belum ada sastrawan negeri ini yang mendapatkan kehormatan Nobel sastra, kita patur berbangga karena Pram pernah dinominasikan sebagai calon penerima Nobel sastra, meskipuntidak pernah terpilih juga akhirnya.

Kita memimpikan untuk bisa memiliki penulis atau sastrawan penerima Nobel Sastra dari Indonesia. Mimpi seperti ini sah-sah saja, tetapi perlu kita ingat juga bahwa pencapaian seprestisius itu harus didahului dengan pengembangan dan pertumbuhan budaya membaca di negeri ini. Umumnya, penulis yang baik lahir dari masyarakat pembaca yang baik. Tanpa adanya keinginan yang kuat untuk mau membaca, sulit untuk bisa menjadi seorang penulis besar, apalagi penulis sekaliber para penerima Nobel Sastra. Keinginan membaca yang kuat ini tentunya juga harus didukung pula dengan tersedianya bacaan-bacaan sastra yang berkualitas, termasuk karya-karya sastra gubahan para pengarang kelas dunia. Bagaimana dunia mau mengapresiasi karya-karya sastra dari Indonesia jika bangsa Indonesia sendiri cuek pada sastra dunia. 

Menjadikan masyarakat Indonesia melek pada sastra dunia salah satunya telah dilakukan oleh Anton Kurnia. Selama kurun waktu 15 tahun, Anton Kurnia dengan tekun telah memilih dan memilah, kemudian menerjemahkan puluhan cerita pendek karya para pengarang dunia. Cerita-cerita pendek ini kemudian dikirimkan dan banyak yang dimuat di media massa. Beberapa karya terjemahannya bahkan menjadi langganan untuk diterbitkan di Koran Tempo edisi akhir pekan. Ketekunannya menerjemahkan cerita-cerita pendek dunia didasari oleh keyakinannya akan pentingnya memperkenalkan sastra dunia kepada pembaca Indonesia. Dalam hal ini, upaya besar Anton Kurnia ini menemukan relevansi dengan impian bangsa ini untuk memiliki penulis sekaliber Orhan Pamuk atau Haruki Murakami.

Kendala bahasa merupakan penghalang utama bagi sebagian besar pembaca Indonesia. Berbeda dengan masyarakat pembaca di negeri Jiran yang memiliki budaya berbahasa Inggris cukup tinggi, umumnya masyarakat Indonesia masih belum terbiasa membaca buku berbahasa Inggris. Karena, upaya Anton Kurnia menerjemahkan cerpen-cerpen karya pengarang dunia sungguh sangat patut diapresiasi. Sebuah petuah dari salah satu penulis besar menjadi penyemangatnya dalam menerjemahkan. “Setiap sastrawan memiliki tanggung jawab moral untuk menerjemahkan satu karya sastra dunia ke dalam bahasa ibunya.” Upaya ini tidak lain tidak bukan agar pembaca di negaranya juga bisa turut menikmati dan mengambil pelajaran dari tulisan para maestro sastra dunia. 

Buku yang sekaligus menjadi dokumentasi karya Anton Kurnia ini memuat 99 cerita pendek karya para pengarang dari berbagai penjuru dunia. Bagi para pembaca akut yang tentunya sudah tidak asing lagi dengan nama-nama klasik seperti Frank Kafka, Oscar Wilde, dan O’Henry; hadirnya buku ini ibarat pemuas rasa rindu membaca karya-karya legendaris tersebut. Sementara bagi para pembaca kontemporer, hadirnya nama-nama seperti Haruki Murakami dan Gabriel Garcia Marques di buku tebal ini tentu akan menghadirkan daya tarik tersendiri. Pun bagi para pembaca pemula yang baru terbuai eloknya dunia sastra, buku ini akan menjadi semacam pengantar yang ramah sekaligus lengkap dalam sebuah tur pembacaan sastra dunia. 

Siapa saja di buku ini? Dimulai dari para sastrawan dari era klasik seperti Anton Chekov, Fyodor Dostoyevsky, Emile Zola, James Joyce, dan Franz Kafka. Kemudian ada para maestro Amerika Latin yang karya-karya beraliran realisme magisnya kembali diminati saat ini, seperti semacam Jorge Luis Borges, Jorge Cortazar, Carlos Fuentes, Isabel Allende, dan Roberto Bolano. Tak ketinggalan juga peraih Nobel Sastra serupa Gabriel Garcia Marquez, Octavio Paz, Nadine Gordimer, Gao Xingjian, dan Mo Yan. Karya penulis-penulis calon peraih Nobel juga turut ditampilkan, mulai dari Horacio Castellanos Moya (pengarang Honduras yang disebut-sebut World Literature Today layak meraih Nobel Sastra), Etgar Keret (penulis Israel yang menarik perhatian dunia), dan tentu saja  Haruki Murakami (novelis laris yang berkali-kali menjadi kandidat pemenang Nobel Sastra).

Selain begitu beragamnya nama dan karya, hal unik dari buku ini adalah penerjemah menyusun dan membagi isi buku ini sesuai daerah tempat para penulisnya bertempat tinggal. Dengan demikian, meskipun cerpen-cerpen dari Amerika Latih dan Eropa cukup mendominasi, kita masih bisa membaca karya-karya dari kawasan yang jarang diasosiasikan sebagai kawasan yang nyastra, seperti Karibia dan Oseania. Membaca karya-karya dari daerah-daerah baru ini membuktikan betapa lingkungan memang turut menyumbang dalam corak tulisan para penulisnya. Masih ada lagi kawasan Asia Timur, yang akhir-akhir ini rupanya menjadi salah satu perhatian dunia. Penantian Murakami akan Nobel sastra secara tidak langsung membuat pembaca menyorotkan pandangan pada karya-karya lain dari Tiongkok dan Jepang yang ternyata tidak kalah berbobot.

Karena sebuah buku yang bagus, tulis sastrawan Hamsad Rangkuti, dapat memincu munculnya gangguan kreatif pada pembacanya, semoga buku ini pun bisa berbuat demikian kepada para pembaca di Indonesia. Melek sastra dunia diawali dengan tersedianya karya-karya dunia yang bisa terbaca tanpa memaksa pembaca awam pun mengerutkan keningnya. Anton Kurnia dengan luwes menerjemahkan kisah-kisah dunia di buku ini. Kalimat-kalimatnya mudah dipahami, dan masih terasa sekali ada aroma asli dari naskah orisinalnya. Penerjemahan di antaranya adalah perkara pengalaman. Cerpen-cerpen di buku tebal ini membuktikan betapa panjang dan banyaknya jam terbang sang penerjemah dalam menekuni kamus dan tesaurus untuk memunculkan cerita terjemahan yang seelok naskah aslinya. Buku ini adalah sebuah dokumentasi sastra dunia dalam bahasa Indonesia yang tak ternilai harganya. Sekian ulasan rasa esai ini.


foto: FB Penerbit DIVA Press


1 comment:

  1. Ada yang suka baca Gabriel Garcia Marquez? Baca juga wawancara dengan Gabriel (imajiner) di stenote-berkata.blogspot.com Mudah-mudahan suka.

    ReplyDelete