Search This Blog

Thursday, December 18, 2014

Silo Trilogi #1: Wool

Judul : Wool
Pengarang : hugh Howey
Penerjemah : Dina Begum
Penyunting : Nuraini Mastura
Tebal : 732 hlm
Penerbit: Noura Books
Cetakan: 2014


23400697

"Manusia tak jauh berbeda dengan mesin. Mereka rusak. Mereka berdetak. Mereka bisa membakar atau merusakkan kita jika kita tidak berhati-hati.” (hlm. 175)

Di masa depan, udara Bumi tidak lagi aman bagi manusia. Sebuah bencana dahsyat telah mengubah udara Bumi menjadi beracun, menghancurkan segala bentuk kehidupan, menyisakan manusia-manusia yang terpaksa tinggal dalam sebuah silo yang dibangun ke bawah menembus Bumi hingga ratusan meter. Karena udara luar terlalu beracun, kehidupan mereka tergantung pada bangunan silo raksasa yang tersegel selamanya di dalam tanah. Dalam lubang silo yang dapat diakses melalui tangga melingkar ini, masyarakat manusia dibagi menjadi kelompok-kelompok profesi yang tinggal di lantai silo yang sama dengan jenis pekerjaannya. Lantai teratas silo ditempati oleh walikota dan sheriff, lantai 34 untuk TI, beberapa lantai lain untuk pertanian dan hidroponik, sementara lantai-lantai paling bawah ditempati oleh bagian mekanik.

Silo (n): tall tower or pit on a farm, used to store grain. (Semacam menara tinggi di pertanian yang biasanya digunakan untuk menyimpan bulir-bulir gandum).

Untuk lebih mudah membayangkan seperti apa sebuah silo di Wool ini, bayangkan sebuah sumur berukuran besar yang dibor menembus jauh ke dasar bumi. Kemudian, pada bagian dinding sumur raksasa ini dibagun tangga putar dari sambungan baja yang melingkar meliuk-liuk seperti pegas yang mengarah ke bawah. Untungnya, sampul buku edisi bahasa Indonesia sudah lebih dari cukup menggambarkan bentuk silo tersebut. Setelah itu, pada setiap lantainya dibuatlah ruangan luas yang diperuntukkan untuk profesi atau kegiatan tertentu. Misal, lantai 34 untuk menyimpan server-server computer, lantai 100 untuk pasar, dan lantai 140 untuk bengkel dan generator listrik. Silo ibarat sebuah kota mandiri yang dirancang untuk mampu mencukupi dirinya sendiri. Sementara pemandangan di atas permukaan tanah, mereka hanya bisa membayangkannya dari cerita para pendahulu, juga dari buku-buku dongeng anak-anak.

Namun, Juliette tidak melihat khayalan aneh di dalam buku itu. Dia menghabiskan masa kanak-kanak di ruang bayi, membaca setiap buku lagi dan lagi manakala bukunya tidak sedang dipinjam; hal-hal di dalamnya dan drama menakjubkan yang ditampilkan di pasar lebih masuk akal baginya daripada silinder lapuk tempat mereka hidup ini.” (hlm. 2680

Sebagaimana sebuah kota, Silo juga memiliki hukumnya sendiri. Ketika ada orang yang bersalah, mereka dihukum dengan dikirimkan ke luar (ke udara yang beracun) dengan mengenakan seragam khusus. Sebelum mati karena udara yang beracun, mereka diharuskan membersihkan lensa yang merupakan satu-satunya sumber pemandangan penduduk Silo terhadap dunia luar yang keras. Udara yang beracun telah mengotori lensa tersebut, dan karena itu lensa yang ada di luar silo, di bagian atas dekat permukaan tanah, harus selalu dibersihkan. Mereka menamakan kegiatan bersih-bersih sampai mati ini sebagai pembersihan.

Dan kejadian-kejadian buruk yang tidak bisa dihentikan, kesalahan-kesalahan yang mengantarkan kita berada di sini, itu masa lalu. … kita tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi kita bisa memberikan dampak terhadap apa yang akan terjadi.” (hlm. 539)

Holson, pejabat sheriff dalam silo, mendapat giliran melakukan pembersihan. Sudah sejak lama dia dibayang-bayangi oleh kematian sang istri yang lebih dulu “dibersihkan.” Ada sesuatu dalam diri istrinya, dalam diri orang-orang yang terlebih dulu mati karena pembersihan yang membuatnya terdorong untuk pergi keluar dan mencari kebenaran itu. Benarkah permukaan Bumi sudah benar-benar rusak? Dan, ketika Holson akhirnya berada di luar, didapatinya sebuah kebenaran yang tak terduga. Holson membersihkan lensanya, lalu berjalan berkeliling, sebelum akhirnya ambruk dan mati karena udara beracun, tepat di samping jasad-jasad para pembersih sebelumnya. Namun, Holson sempat menyadari adanya semacam konspirasi tengah berlangsung, konspirasi yang selama puluhan atau ratusan tahun telah mengelabuhi sebagian besar penduduk di dalam silo. Konspirasi inilah yang kemudian coba dikuak oleh Juliette—penerus Holson.

Dalam upayanya menyelidiki pembersihan Holson dan juga kematian sang walikota, Juliette mendapati keanehan dari server komputer-komputer yang ada di lantai 34. Sebuah catatan data dari masa lalu, terkait dengan pemberontakan yang pernah pecah di dalam silo, membuatnya melek bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh beberapa pihak dari sebagian besar penghuni silo. Penyelidikannya yang terlalu berani ternyata turut mengusik pihak-pihak tersebut. Hukuman pun dijatuhkan, dan Juliette akan menjadi pembersih selanjutnya. Namun, gadis itu tidak patah arang. Kawan-kawannya dari bagian Mekanik diam-diam telah membuatkannya seragam anti-radiasi yang lebih baik dan lebih tebal. Dan, ketika akhirnya gadis itu keluar untuk menjalani hukumannya, dia tidak membersihkan lensa lalu ambruk karena udara beracun. Sebaliknya, Juliette terus melangkah dalam badai udara beracun, dan menghilang dari pandangan lensa. Untuk pertama kalinya dalam sejarah silo, seluruh penghuninya menyaksikan ada seorang pembersih yang berhasil bertahan hidup dan terus berjalan. Seisi silo pun terguncang.

Tidak apa-apa mengakui ketika kau tidak tahu tentang sesuatu.” (hlm. 497

Bisik-bisik konspirasi merebak di seantero silo. Ketenangan dan kestabilan masyarakat bahwa tanah itu terancam hancur oleh pemandangan Juliette yang berhasil menghilang dengan selamat dari pantauan lensa. Bibit-bibit pemberontakan mulai muncul, dan silo itupun terancam oleh keruntuhan. Apa yang sebenarnya ditemukan Juliette di luar? Benarkah ada sesuatu yang bohong dari gembar-gembor udara beracun yang senantiasa dikatakan oleh para petinggi silo? Benarkah sudah tidak ada lagi Bumi yang hijau, langit yang biru, dan kota-kota yang menjulang tinggi di atas permukaan tanah? Bagaimana dengan nasib para pembersih selanjutnya, mengapa mereka tidak berhasil bertahan hidup? Lebih dari itu semua, apa yang telah terjadi di Bumi sehingga membuat udara luar menjadi begitu beracun? 

Sia-sia mengetahui kebenaran? Mengetahui kebenaran tidak pernah sia-sia.” (hlm. 23

Wool, satu lagi novel bergenre dystopia yang layak untuk coba dibaca. Konsepnya fresh dan unik, mampu menyeret pembacanya ke sebuah dunia masa depan yang benar-benar lain dan baru. Lantai-lantai silo dengan bordes-bordesnya menawarkan sebuah petualangan menembus bumi yang seru sekaligus memabukkan. Di halaman-halaman awal, kita diajak untuk menuruni lantai demi lantai silo, menyaksikan seperti apa karya-karya yang mampu dihasilkan oleh manusia di kedalaman Bumi. Detail teknis serta penjelasan yang diberikan terkait cara kerja silo itu dalam menopang dirinya sendiri beserta penghuninya juga dijelaskan secara perlahan, pelan-pelan, runtut sehingga akhirnya konsep dan wujud silo itu benar-benar nyata dalam benak pembaca. Cerita juga disampaikan dengan pelan-pelan namun tensinya semakin meningkat. Dengan jumlah halaman yang melebihi 700, buku tebal ini tetap terasa asyik dinikmati. Semacam kerinduan akan tangga-tangga dalam silo seperti mengelayuti saya selama beberapa jam setelah saya menyelesaikan membaca buku ini.

“… di sinilah (di dalam silo) mereka diletakkan oleh takdir, tapi tindakan yang mereka lakukan saat melangkah ke depanlah yang akan membedakan mereka. Itulah yang menjabarkan siapa diri mereka sebenarnya.” (hlm. 696

Bosan dengan novel dystopia yang over-romance dengan tokoh utama cewek yang ‘kick-ass’? Wool akan menjadi selingan yang sangat tepat. Bisa dibilang, Wool sangat minim romansa dan lebih mirip sebagai sebuah novel dystopia yang ‘teknis’ sifatnya. Semua detail teknis ditonjolkan dan dipaparkan di dalamnya, tentang bagaimana cara kerja silo, bagaimana membuang air bawah tanah yang mengenang, struktur masyarakat dan politis silo, hingga adegan aksi kejar-mengejar dan pertempuran di tangga-tangga putar silo. Terkait dengan terjemahan, banyak pembaca yang mengeluhkan model penerjemahan buku ini yang terlalu ‘teknis’. Saya bisa memaklumi pilihan yang diambil penerjemah mengingat Wool adalah novel yang memang sangat teknis, bernuasa membaca paper atau laporan kerja ketimbang kisah romansa jadi akan sangat lucu kalau diterjemahkan dengan model-model Legend atau Divergent. Walau begitu, Wool punya cerita teknisnya sendiri yang mampu menghanyutkan pembaca untuk terus bertahan membaca meskipun halaman-halamannya bertumpuk tebal. Empat bintang penuh untuk buku tebal ini. 
(less)

No comments:

Post a Comment