Search This Blog

Thursday, August 11, 2016

Ketika Sastrawan Pergi Haji

Judul: Orang Jawa Naik Haji + Umrah
Penulis: Danarto
Penyunting:Ratih Ramadhan
Tebal:184 hlm
Cetakan: pertama, Agustus 2016
Sampul: Zizi
Penerbit: DIVA Press




Selalu ada rasa berbeda ketika seorang sastrawan menulis sesuatu yang tidak berbau sastra, memoar perjalanan ibadah yang dijalaninya, misalnya. Walau bukan buku sastra, karya-karya mereka selalu asyik dibaca, kadang membacanya serasa membaca novel: mengalir dan membius. Nah, salah satu karya yang seperti ini adalah buku 'Orang Jawa Naik Haji + Umrah' karya Danarto ini. Yup, Danarto yang ini adalah Danarto yang sama dengan pengarang "Asmaraloka" dan "Setangkai Melati di Sayap Jibril" itu. Buku ini diterbitkan oleh DIVA Press, bersama "Cahaya Rasul" serta sejumlah karya lama Danarto lainnya yang sempat menghilang di pasaran. Saya yang tidak mengenal Danarto di era kuliah saya, merasa sangat bersyukur masih dimudahkan membaca karya-karya hebat beliau.



Bagaimana ketika ibadah haji ke Tanah Suci dituturkan lewat sudut pandang seorang sastrawan? Sebuah catatan unik tentang Ibadah Haji, dengan percik-percik hikmah dan sedikit sentuhan kreativitas khas sastrawan. Danarto (yang juga seorang cerpenis, novelis, pelukis, pematung, dan seniman itu) menuliskan pengalaman dan perjalanannya menunaikan ibadah haji pada tahun 1983. Buku ini jadi menarik tentunya, karena kita diajak memandang ibadah Haji dari pandangan seorang penulis, sehingga tentunya imajinasi turut sedikit dituliskan di dalamnya. Memang, Danarto ini penulis yang langka dan serbabisa.  

Sebagaimana Cahaya Rasul yang ditulis dengan pendek-pendek tapi berisi, maka begitu juga buku ini. Dalam bab-bab pendeknya selalu ada mutiara yang coba disampaikan penulisnya kepada pembaca. Sayangnya, cara penyampaiannya entah kenapa terasa sedikit unsur menggurui--sedikit sih. Mungkinkah ini pengaruh dari jenis tulisan yang bergenre religi? Entahlah. Kemudian, bagaimana teknik penulisan yang digunakan? Apakah masih ada aroma cerpen atau novel?  Danarto rupanya memilih teknik penceritaan sepenggal-penggal dengan satu atau dua hikmah yang bisa kita baca di dalam setiap babnya. Teknik yang sama juga bis kita temukan dalam bab-bab di buku Cahaya Rasul. Pemaparannya mungkin kurang mendalam, tapi cukup mengena. Sekilas, Danarto seperti hendak menuliskan hal-hal kecil yang dirasakannya (dan dia ambil hikmahnya) saat tengah tahapan-tahapan berhaji. Seperti menulis cerpen, mungkin seperti itulah teknik penggal-penggal bab yang digunakannya di buku ini.

Bagi pembaca buku-buku religi yang rakus, tulisan Danarto mungkin terkesan setengah-setengah dan kurang mendalam. Namun, teknik penulisan seperti ini bisa jadi malah bisa lebih mengena saat dibaca pembaca awam yang mungkin kesulitan kalau harus mencerna bacaan religi yg berat. Patut kita ingat, latar belakang Danarto yg lebih sebagai sastrawan dan bukan penulis buku agama sehingga tulisan religinya mungkin terasa nanggung. Namun, apa yang ditulisnya ini dapat dibilang luar biasa, karena memiliki ciri tulisan seorang sastrawan: sentuhan subjektivitas dan komentar. Ketika Danarto yang lekat dengan imajinasi bebas sastrawan menulis buku berbau religi, hasilnya adalah sebuah catatan religi yg asyik dinikmati seperti di buku ini. Dalam buku ini, Danarto menuturkan dengan gayanya sendiri perjalanan Ibadah Haji yang ditunaikannya pada tahun 1983. Tentunya buku ini jadi unik, karena menjadi ajang karya seorang Danarto di luar ranah sastra. Bisakah liarnya imajinasi bersanding dengan kudusnya perjalanan ke tanah suci? Buku religi karya Danarto ini mungkin bisa menjadi ajang pembuktiannya. 


Yang lebih unik lagi adalah tema yang diangkat di buku ini. Mengapa orang Jawa? Apakah ada bedanya ketika orang non Jawa dan jawa naik Haji? Dalam buku ini, Danarto menyorot perilaku orang-orang Jawa tahun 1980-an yang kebetulan saat itu turut berhaji bersamanya. Orang-orang Jawa tahun 1980-an cenderung masih sangat lekat dengan tradisi "Kejawennya" sehingga terjadilah banyak hal unik. Bagaimana orang Jawa kala itu yang masih rajin menggelar sesaji tiba-tiba dihadapkan pada lingkungan Tanah Suci yang dilingkupi dengan tauhid sejati? Beberapa perilaku khas orang Jawa saat di Tanah Suci juga tidak lepas dari pengamatan Danarto. Banyak kejadian lucu serta konyol. Misalnya saja, semangat beli oleh-oleh yang sangat menggebu di kalangan orang Jawa, sehingga ibadah haji juga jadi "sekalian belanja.

Tetapi, seperti pengalaman Danarto, Tanah Suci selalu memberikan mukjizat kepada mereka yang mengunjunginya." Banyak perubahan perilaku yang muncul dalam diri Orang Jawa ini saat di tanah Suci, dan Danarto mampu mendokumentasinya dengan unik dan mengelitik dalam karyanya ini. Tanah Suci ternyata memang mampu mendatangkan keajaiban kepada mereka yang berkunjung ke sana, termasuk pada Danarto sendiri. Dalam buku ini, juga bisa kita rasakan perubahan (atau perkembangan) gaya tulisan Danarto yang semakin religius. Lebih dari itu semua, buku ini adalah dokumentasi unik tentang ritual Haji pada tahun 1983, dituturkan dari sudut pandang yg tidak membosankan. Jika ingin membaca tulisan religi yg dituturkan dengan unik, imajinatif, agak usil, & sedikit menggelitik; silakan mencoba membaca buku ini.

2 comments:

  1. ya, aku termasuk suka dengan gaya buku yang terkesan tak menggurui. pesan2 agama tersirat dan tersampaikan. ringan.

    salam kenal. i'm book blogger pemula :)
    www.katamahdi.wordpress.com

    ReplyDelete