Search This Blog

Monday, August 1, 2016

Dari Buku ke Buku, Sebuah Buku tentang Buku-Buku



Jika ada sebuah buku yang serupa harta karun bagi para pecinta buku, maka itu adalah buku tentang buku. Penyusun buku ini, P. Siswantoro, benar-benar menunjukkan kepada pembaca bentuk sejati dari seorang bibliophile alias kolektor dan pecinta buku. Lewat Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu, beliau mengejawantahkan kecintaannya kepada buku dalam bentuk kumpulan ulasan buku miliknya dalam buku tebal ini. Lebih istimewanya lagi, koleksi buku dan bacaannya pun tidak main-main, lebih dari 200 buku yang terbit mulai dari abad ke-17 hingga awal tahun 2000-an. 

29907861 Koleksi naskah-naskah kuno yang telah dimiliki atau dibacanya pun tidak kalah elok, macam naskah lontar yang memuat kitab Negara Kertagama hingga naskah Pararaton. Tentu, yang jauh lebih luar biasa dari koleksinya itu adalah kekayaan intelektual yang disandang penyusun buku ini. Dengan ratusan atau mungkin ribuan buku yang telah dibacanya, tentulah bersemayam dalam pikiran beliau kegemilangan ilmu pengetahuan. Tidak mengherankan jika penulis pernah dipercaya sebagai wakil CEO dan Direktur Umum jaringan penerbit buku terbesar di negeri ini. 

Buku berjudul unik ini merupakan kumpulan hasil pembacaan beliau atas tidak kurang dari 200 buku dan naskah. Memang, tidak setiap buku diulas tuntas dalam satu bab—beberapa bab malah berisi ulasan yang campur baur dari sejumlah buku—namun kita tetap bisa mengikutinya karena gaya penulisannya yang luwes dan mengalir. Banyak pembaca yang mendapati membaca buku ini ibarat mendengarkan dongeng dari seorang kakek tentang buku-buku kesayangannya. Apalagi, kebanyakan buku yang diulas adalah buku-buku yang termasuk buku kuno dan antic, jenis buku yang niscaya susah untuk kita temukan di pasaran dewasa ini. 


Menuliskan ulasan sebuah buku adalah seuatu bentuk berbagi. Dalam hal ini, penulis membagikan informasi tentang buku-buku bagus kepada khayalak pembaca. Pembaca menjadi mengetahui bahwa ada buku-buku dashsyat semisal The History of Java karya Raffles yang memuat sketsa reruntuhan Candi Borobudur, atau tentang novel Buiten Het Gareel karya Soewarsih Djojopoespito yang ternyata adalah roman pertama yang ditulis pribumi di era Hindia Belanda. Mengulas buku, dengan demikian adalah sebuah kerja untuk mendokumentasikan sekaligus mempromosikan karya-karya bagus yang memang selaiknya diketahui khalayak pembaca luas. Buku ini, yang berisi kumpulan ulasan buku-buku yang telah rampung dibaca, kemudian menjadi sebuah sumber informasi yang tak kalah penting dari buku-buku yang diulas di dalamnya.

Tidak sekadar rangkuman isi buku, P. Siswantoro menuliskan ulasan tentang buku-buku tersebut lengkap dengan rincian fakta-fakta menarik serta nilai penting suatu peristiwa yang dibawakan oleh suatu buku. Ini masih ditambah dengan analisa dan pendapat si pembaca (dalam hal ini P. Siswantoro) terhadap suatu naskah. Kemudian, kita dibawa melompat ke buku lain yang sejenis untuk kemudian saling diperbandingkan dan saling melengkapi. Misalnya saat membahas Babad Tanah Jawi yang disambung dengan Pararaton dan Nagarakrtagama, dari satu buku ke buku lainnya, sambung menyambung menjadi satu.  Dengan cara ini, pembaca akan mendapatkan banyak informasi hanya dengan membaca satu ulasan saja. Sebuah teknik mengulas yang ringkas dan juga istimewa, serta tentunya mensyaratkan kemampuan analogi dan pemahaman yang mendalam.

Membaca buku ini, pembaca akan tergerak untuk ikut mencari-cari dan membaca buku-buku yang pernah dibaca P Siswantoro. Begitulah sebuah buku yang bagus, ia membuat kita semakin ingin membaca buku-buku yang lainnya. Paling tidak, kita jadi mengetahui ada buku-buku serta naskah-naskah agung dari zaman dulu yang mungkin kita belum berkesempatan untuk membacanya, atau malah jai tertarik membacanya setelah membaca ulasannya di buku ini. 

Buku-buku apa saja yang ulasannya ditampilkan di buku ini? Ragamnya banyak sekali, meskipun yang terbanyak adalah buku-buku nonfiksi sejarah. Melihat dari jenis bacaan, penulis buku ini sepertinya memang penggemar buku-buku sejarah, buku kuno, dan terutama nonfiksi. Ada aneka naskah kuno yang ditulis para pujangga pribumi (Serat Centhini, Babad Diponegoro), karya-karya tentang Nusantara yang ditulis oleh para penulis dari pihak colonial (De Java Oorlog karya PJF Low en ES de Clerk dan De Atjehers karya Snock Hurgronje), hingga karya-karya mutakhir (Dari Penjara ke Penjara milik Tan Malaka dan Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams). Bahkan tanpa membaca buku-buku aslinya, pembaca sudah mendapatkan banyak hal tentang buku-buku dimaksud dalam buku ini. 

            Adapun tentang jenis buku, bacaan berbau sastra tampaknya sangat minim di buku ini. Kecuali novel Het Gareen, hampir tidak ada bacaan dari jenis novel klasik yang diulas. Bisa dibilang, ulasan buku di buku ini didominasi oleh buku-buku sejarah yang sepertinya menjadi minat utamanya. Bahkan, Het Gareen pun dipilih sepertinya karena novel ini ditulis dalam bahasa Belanda oleh wanita pribumi. Sepertinya, teks-teks berbahasa Belanda memang mendapat perhatian khusus dari penulis di buku ini. Bahkan buku-buku roman terbitan Balai Pustaka semacam azab dan Sengsara karya Merari Siregar atau Siti Nurbaya karya Marah Rusli pun sama sekali tak tersebut. Sepertinya, ada bisa pada teks-teks berbahasa Belanda dan asing yang lebih diutamakan si penulis.

Namun demikian, bacaan nonsastra pun bisa diulas secara menyenangkan sehingga terasa sama menariknya dengan buku fiksi bagi penggemar bacaan fiksi. Buku ini menjadi bukti bahwa sudah semestinya tidak ada lagi pembedaan antara bacaan fiksi dan nonfiksi. Tidak selayaknya membaca yang satu kemudian menjadikan yang satunya lagi sepele. Seorang pecinta buku sejati sejati akan mencintai segala jenis buku, fiksi atau nonfiksi, lama atau baru, modern atau kuno. Membaca buku-buku kuno, seperti ditunjukkan di buku ini, akan menghadirkan pengalaman antik yang menyenangkan, sebagaimana yang dibuktikan sendiri oleh penulis buku ini. Sebuah buku tentang buku-buku. Aneka buku, sambung menyambung menjadi satu dalam sebuah buku yang utuh, seperti bangsa besar ini.


Data Buku:
Judul: Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu
Penyusun: P. Siswantoro
Penyunting: Parakitri T Simbolon dkk
Tebal: 472 hlm
Cetakan: ketiga, April 2016
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia dan Tembi Rumah Budaya

1 comment:

  1. siti nurbaya disebut bang, coba baca lagi saat membahas balai pustaka dan saat purwa bikin kamus umum bahasa indonesia

    ReplyDelete