Search This Blog

Thursday, July 30, 2015

Orang Jujur Tidak Sekolah

Judul : Orang Jujur Tidak Sekolah
Pengarang : Andri Rizki Putra
Cetakan : 2, 2015
Tebal : 264 hlm
Penerbit : Bentang






23503377

Nganu, saya kok semacam jadi malu sendiri setelah baca buku ini. Berasa tidak ada apa-apanya saya ini dibandingkan Rizki yang ewekecehbegeteh dengan perjuangannya dalam menempuh pendidikan. Wajah saya ini juga tidak ada apa-apanya kalau dijejerin sama Rizki oppa yang macam member boiben ini *haiah* Trus, semakin ke belakang, semakin kagum saya dibuat dengan pemikiran penulis muda yang seperti melampaui kawan-kawannya ini. Lulus SMA dalam waktu setahun, keterima di UI dan bisa lulus dlm 3 tahun, cum laude pulak. Habis itu, dia kerja dan udah bisa beli mobil sendiri (saya sih sebatas baru bisa beli buku sendiri *jauh bener bandingannya) dari hasil kerjanya. Buset, ini anak muda memang bikin iri. Tapi, iri pada kebaikan katanya diperbolehkan, biar kita terpacu untuk ikut menjadi lebih baik.

Andri Rizki Putra (selanjutnya kita panggil dia Kiki) lahir dan dibesarkan oleh Mamanya sendiri. Sejak kecil, dia belum bertemu dengan sosok ayahnya. Namun, Mama-nya ternyata adalah seorang single parent yang luar biasa. Bisa dibilang, Rizki sangat bergantung pada sosok Mama-nya ini sehingga dia bisa meraih kesuksesan yang diperolehnya sekarang. Saya juga sangat tersentuh pada kedekatan Rizki dan Mamanya ini. Jarang-jarang loh mahasiswa baru ke kampus dianterin sama Mamanya. Anak muda kebanyakan mah ngak gitu, kayak mau gimana gitu kalau dianterin orang tuanya ke sekolah atau kampus. Berasa udah gede trus nggak mau dianterin. Padahal, hal-hal kecil kayak nganterin gini yang bisa bikin kita deket dengan ortu. Saya ingat, dulu kuliah pernah dianterin almarhum Bapak karena hujan deras sekali. Pengalaman sekali itu tak akan pernah ssaya lupakan. Eh bentar, ini mo cerita tentang Kiki bukan sih?

Jadi, Rizki ini memang berangkat dari keluarga yang miskin. Saat SD, dia pernah nggak diizinkan masuk kelas karena masih nunggak uang SPP. Bahkan, karena belum bayar uang sekolah itu, dia terpaksa mengerjakan ujiannya di luar kelas. Sungguh miris, semoga yang seperti ini tidak akan lagi terulang di masa sekarang. Kiki kecil juga nakal, jadi semakin rumyamlah keadaannya. Untungnya, ketika menjelang kelulusan, Kiki terkena semacam pencerahan gitu. Udah miskin, nakal lagi, mau jadi apa besarnya? Kiki akhirnya bertekad, walau miskin paling tidak dia akan jadi anak yang pintar. Dengan begitu, Mamanya bisa bangga dan rasanya tidak sia-sia beliau berjuang banting tulang demi menyekolahkan putra satu-satunya itu.

Masuk SMP, Kiki bisa masuk ke SMP negeri favorit karena kecerdasannya. Di sekolah menengah ini, Kiki terus menerus berhasil menjadi 3 besar sehingga sekolah bisa "memaklumi" kondisi ekonomi keluarganya yang sering membuatnya menunggak uang SPP. Kiki sebenarnya rikuh dengan kebijakan sekolah ini, seolah dia bisa sekolah karena kebetulan saja dirinya cerdas dan selalu rangking pertama. Gimana jika ada anak kurang mampu tapi sayangnya kurang cerdas? Betapa tidak adilnya karena tujuan pendidikan itu sendiri sejatinya adalah untuk mencerdaskan.

Hal lain yang membuat Kiki gerah dengan institusi sekolah adalah ketika mereka menghadapi ujian UAN. Ada sementara oknum guru yang menyebarkan SMS berisi kunci jawaban soal. Konon, hal ini agar anak-anak sekolah situ nilainya bagus-bagus (yang otomatis akan mengangkat pamor sekolah yang bersangkutan). Herannya, pengawas dan para guru seolah membiarkan kecurangan ini berlangsung. Mungkin, daripada susah-susah mendingan instan saja. Kiki, yang harus berjuang banting buku, lipat mata untuk belajar, tentunya merasa sangat keberatan. Betapa tidak adilnya jika perjuangan seorang anak untuk belajar selama setahun dikalahkan oleh contekan.

Misalnya begini. Si A benar-benar berjuang agar bisa lulus. Sejak semester 1, dia ikut bimbel. Dari pagi sampai sore waktunya habis untuk belajar. Malam pun dia masih harus ngapalin rumus. Trus pagi-pagi buta, dia bangun pagi untuk menulis ringkasan materi. Ketika UN tiba, dia bisa mendapatkan nilai 9 untuk Matematika, karena memang dia bisa.

Kemudian, si B. Anaknya khas remaja kebanyakan. Waktunya habis untuk mengelus telepon genggam atau main di game center. Belajarnya pun malas-malasan. Pagi hari menjelang UN, dia dapat sms kunci jawaban soal matematika dari gurunya. Dia mendapat nilai, katakanlah, 8.5. Coba, bandingkan usaha keduanya. Betapa praktik pencontekan massal ini telah membanting hancur adagium "No pain, no gain" yang legendaris itu.

Inilah yang dirasakan begitu berat oleh Kiki, dan mendorongnya untuk berhenti sekolah. Dia kemudian memilih untuk mengikuti Kejar Paket C (setara SMA) yang bisa ditempuh dalam satu tahun. Selama satu tahun itu dia terus berjuang belajar sendirian, mengabaikan pendapat miring dari orang-orang tentang nasib anak putus sekolah sepertinya. Kiki bertekad membuktikan bahwa dirinya bisa, bahwa sekolah formal bukanlah satu-satunya jalan untuk meraih cita-cita, sekolah nonformal pun bisa. Dalam waktu setahun itu, habis deh tembok kamarnya penuh dengan rumus yang harus dihafalkannya. Dia sendiri mengaku hampir gila karena tekanan belajar itu.

Tapi, pepatahan "No pain no gain" ternyata masih terbukti. Kiki lulus UN kesetaraan dalam waktu satu tahun. Sementara teman-teman seangkatannya naik ke kelas 2 SMA, dia sudah bisa mendaftar ke UI jurusan hukum. Setahun berikutnya, ketika teman-temannya asik di dunia putih abu-abu, Kiki sudah bergelut dengan soal-soal tes masuk universitas. Ketekunannya membuatnya lolos UI. Kemudian di UI duh, takutnya pada bosan kalau saya cerita lagi. Baca bukunya sendiri deh.

Walau buku ini bisa dibilang semibiografi, tapi penulisannya smooth banget dan enak diikuti. Saya yang sering tidak tahan baca buku biografi, ternyata hanya membutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk membaca buku ini. Kiki ini tulisannya rapi, tidak melompat-lompat, enak diikuti. Plus, banyak pelajaran dan kalimat-kalimat #jlebb yang kita bisa belajar darinya. Kadang, belajar tidak melulu dari para senior. Bahkan dari seorang yang masih muda belia seperti Kiki ini, kita belajar banyak hal tentang kehidupan dan juga tentang tidak abai dengan kondisi di sekitar kita.

Sangat direkomendasikan sekali baca buku inspiratif ini.

No comments:

Post a Comment